Selasa, 08 Desember 2015
lintas pencerahan
Selasa, 08 Desember 2015 by Alfanet Fx
PEMUKA AGAMA MEMANDANG KEISTIMEWAAN DIY
KH. Abdul Muhaimin (Pemuka Dien Islam PP Nurul Umatan)
Jika ditinjau dari isinya, muatan UUK DIY Nomor 13 Tahun 2012 yang baru saja disahkan sangat jauh dari harapan. Hanya 5 aspek yang dicover, sementara Maklumat 5 Septemberantara lain memuat keputusan penting bahwasegala kekuasaan ada ditangan Sultandan pertanggungjawaban langsung ke Presiden. Jika dikalkulasi, UUK DIY tersebutisinya hanya memuat 10 persen saja dari eksistensi Kraton sebelum bergabung dengan NKRI. Apalagi yang menyerahkan juga hanya Dirjen, bukan Mendagri terlebih Presiden.Kalau dilihat keistimewaan DIY jelas sangat banyak, tapi, saya lebih fokus pada gelar sultan yang panjang, Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun, Kanjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Alogo Ngabdurrahman Sayyidin Panotogomo Kalipatullah. Ini merupakan sebuah konsep kepemimpinan yang bisa jadi di dunia hanya satu-satunya, ada 3 prototipe kepemimpinan.
1. Ngarso dalem Sampeyan Dalem (PrototipeKepemimpinan Cultural
2. Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alogo (Prototipe Kepemimpinan Politik
3. Ngabdurrahman Sayyidin Panotogomo Kalipatullah (Prototipe Kepemimpinan Religius)
Soal Penetapan itupun saya tidak setuju, karena intinya penetapan kemarin itu hanyalah sebuah pengukuhan, isinya hanyalah sebuah pengakuan tentang culture, historisitas, dan peran-peran politis masa lalu. Dan sejatinya Jogja memang tidak meminta, keistimewaan DIY sudah melekat sejak dulu. Makabagi saya, harapan terbesarnya adalah Ngarso Dalem semogamampu merepresentasikan ketiga prototipe kepemimpinan tersebut. Konsep kepemimpinan dengan tiga kepemimpinan tersebut di negara manapun mungkin tidak ada, hanya ada di sini, di Jogja, ini kan warisan dunia. Dari 42 kerajaan Islam, kerajaan besar di Nusantara, hanya Jogja yang rajanya mempunyai gelar sepanjang itu.
Rekam jejak kepemimpinan religius Kraton Yogyakarta cukup jelas terlihat pada karya-karya religius yang jumlahnya cukup banyak, antara lain tata ruang dan kalender. Tata ruang yang merupakan konsep imajiner sejumlah titik-titik sentral wilayah Kraton waktu berdirinya Mataram Islam, ditiru banyak daerah di Indonesia, terbukti dengan tata kota Kabupaten yang selalu terdapat alun-alun, lapangan, mesjid yang selalu ada di setiap kota kabupaten.
Pdt. Elga Sarapung (Pemuka Kristen Protestan)
- Fakta penduduk Jogja yang majemuk, plural, dan multikultur
- Kesadaran akan perlunya mengisi dan mempertahankan tradisi
- Mempertahankan predikat Jogja sebagai kota pendidikan.
Itu semua akan berjalan dengan baik, dengan syarat tidak dipolitisir. Pesan saya, jangan sampai Jogja menjadi kota yang dibangun atas nama modernisasi yang masyarakatnya berubah hedonis. Jika dibiarkan, pada akhirnya akan dapat membentuk karakter masyarakat yang individualis dan egois. Semoga hal ini tidak terjadi, silakan saja kota dibangun sedemikian rupa, tetapi tradisi jangan sampai hilang dari kota budaya dan pendidikan ini.
Bikkhu Sri Panyavaro (Pemuka Dharma Buddha/Candi Mendut)
Bagi kami selaku umat Buddha, Yogyakarta jelas Istimewa. Sultan HB IX adalah orang yang sangat berjasa dalam Pemugaran Candi Borobudur. Waktu itu beliaulah yang menjadi Ketua Komite Pemugaran Candi, yang memerlukan dana sangat besar, tapi atas kegigihan beliau dana tersebut dapat terkumpul untuk pelaksanaan pemugaran.
Dr. G. Budi Subanar (Pemuka Katholik)
Soal keistimewaan DIY, saya melihatnya yang pertama dari sejarah, ibarat manusia, balita RI ada di Jogja dari awal tahun 1946 sampai akhir 1949. Segala tata urusan pemerintahan awal mulanya juga ada di Jogja. Dari segi historis pendidikan, Jogja sangat berperan penting. Hal ini terlihat dari sejarah pendidikan tinggi, Jogja menopang pendidikan-pendidikan tinggi di kota-kota lain di Indonesia. Bahkan sampai sekarangpun banyak dari daerah yang menimba ilmunya di Jogja, sehingga banyak sekali alumni-alumni yang menjadi tulang punggung di berbagai daerah. Sangat jelas apa sumbangsih Jogja terhadap Indonesia, jika dilihat dari segi pendidikan.
Selain dari segi historis, keistimewaan DIY juga terlihat dari segisosiologis masyarakat pendukungnya. Keistimewaan DIY yang ditempatkan pada pimpinan daerah, merupakan puncak dari keseluruhan bangunan yang menopang keistimewaan tersebut. Tata pemerintahan yang sekarang berlangsung di Jakarta saat ini, pelantikan Presiden pertama berlangsung di Jogja. Kementrian-kementrian juga awal mulanya di Jogja, ada Kementrian Kemakmuran, Kementrian Kehakiman, Mentri Dalam Negri, Mentri Pemuda. Itu semua sejarahnya belum digarap. Padahal jika betul-betul digarap, tata pemerintahan yang ada sekarang akan terlihat kontinuitas atau keberlanjutannya. Saya tidak sreg jika ada yang mengatakan Jogja sebagai Indonesia kecil atau Nusantara kecil, menurut saya Jogja adalah Potret Indonesia.
Acarya Shiwa Buddha Yogma (Pemuka Hindu )
Sebagai orang yang pernah lama tinggal si Jogja, saya berharap Jogja tetap mempertahankan budaya adiluhung, budaya-budaya Jawa, termasuk tradisi Karatonnya. bagaimanapun juga Jogja tidakl boleh melupakan apalagi menghilangkan budaya leluhurnya. Begitulah Keistimewaan Jogja, Semoga dapat dipertahankan dan dijaga kelestariannya.
reff : http://nusantarasangkakala.blogspot.com/2014/04/lintas-pencerahan.html Tags:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “lintas pencerahan”
Posting Komentar