Jumat, 22 Januari 2016
Menata Kembali Hutan Indonesia
Jumat, 22 Januari 2016 by Alfanet Fx
Oleh Hijauku.com
Kebijakan moratorium hutan harus menjadi regulasi yang teratur agar pemerintah bisa menata lahan Indonesia dengan baik. Pesan ini disampaikan oleh Jefri Gideon, Direktur Eksekutif Sawit Watch dalam diskusi bertema ?Moratorium Menguntungkan Bagi Hutan dan Sawit Indonesia? yang berlangsung hari ini (Selasa, 19/3) di Jakarta. Melalui moratorium, perusahaan yang mengelola aset kehutanan diharapkan juga bisa lebih kuat, makin produktif dan makin mensejahterakan masyarakat.
Selain Jefri, hadir sebagai pembicara Mubariq Ahmad dari Kelompok Kerja Strategi Nasional REDD+ dan Heru Prasetyo, Deputi 1 UKP4 bidang Pengawasan dan Pengendalian Inisiatif Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan. Wimar Witoelar dari Yayasan Perspektif Baru bertindak sebagai moderator.
Kebijakan moratorium hutan ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.10/2011. Kebijakan ini akan segera berakhir pada 20 Mei 2013. Meski ada sejumlah catatan khusus, kebijakan moratorium hutan ini dianggap efektif mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, sehingga meningkatkan luasan tutupan hutan primer dan lahan gambut.
Menurut Mubariq Ahmad, menjelang akhir moratorium, pemerintah menargetkan dua hal untuk dilembagakan. Yang pertama adalah selesainya integrasi menuju satu peta sebagai basis semua perizinan. Kedua, mekanisme tata kelola perizinan penggunaan lahan yang sudah diperbaiki.
Amanat menciptakan satu peta ini disampaikan oleh Presiden SBY saat berlangsungnya rapat kabinet 23 Desember 2010. Alasannya tidak lain adalah menghindari tumpang tindih kepentingan dan izin pengelolaan lahan antara Kementrian Kehutanan, Kementrian Pertanian, Kementrian Lingkungan Hidup dan Badan Pertanahan Nasional. Selain itu ada 15 lembaga pemberi izin pengelolaan lahan sehingga memersulit koordinasi perizinan. ?Untuk menghindari tumpang tindih perizinan peta acuannya harus satu,? ujar Mubariq.
Heru Prasetyo mengatakan, moratorium merupakan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola hutan sehingga sasaran pertumbuhan ekonomi dan pengurangan emisi dapat tercapai. Bersamaan dengan pelaksaan tata kelola hutan, menurut Heru diperlukan juga transparansi dari semua pihak agar posisi tawar Indonesia lebih kuat di mata dunia. ?Diharapkan, moratorium dapat menciptakan perbaikan hak, wilayah dan tata kelola atas hutan dan gambut,? ujar Heru.
Menurut Jefri Gideon, moratorium hutan dan lahan gambut yang dikeluarkan pemerintah merupakan jawaban dari keprihatinan para penggiat lingkungan terhadap keadaan hutan Indonesia saat ini. Moratorium hutan akan berdampak positif terhadap penurunan jumlah konflik lahan, kriminalisasi massa dan pengakuan terhadap hak kelola rakyat yang berkelanjutan.
Mubariq Ahmad menegaskan, perpanjangan moratorium juga tidak akan memperlambat pertumbuhan sektor pertambangan dan perkebunan sawit karena izin yang bisa dimanfaatkan saat ini sudah terlalu banyak. Menurut Mubariq, ada 4 juta lahan sawit yang belum ditanami. ?Diperlukan waktu hingga 10 tahun untuk menyelasaikan penanaman semua lahan ini,? tuturnya.
Sementara produktivitas lahan sawit, menurut Jefri masih bisa terus ditingkatkan melalui teknologi intensifikasi pertanian. ?Saat ini produktivitas lahan sawit Indonesia termasuk rendah yaitu sebesar 25,2 juta ton TBS (tandan buah segar) per tahun,? ujar Jefri. Di perusahaan perkebunan besar produktivitasnya hanya mencapai 26-28 juta ton TBS per tahun, tertinggal dari produktivitas perusahaan di negara jiran, Malaysia, yang mencapai 34-36 juta ton TBS per tahun.
Berdasarkan pemaparan para pembicara, moratorium hutan akan memberikan kepastian hukum terkait kepemilikan lahan karena mendorong pemerintah untuk menyelesaikan sistem tata kelola, serta tumpang tindih peraturan izin pinjam pakai dan alih fungsi kawasan hutan.
Dari segi tata kelola kehutanan, industri kehutanan termasuk perkebunan sawit akan jauh diuntungkan karena mereka mempunyai kepastian hukum. Para investor juga bisa berinvestasi dengan lebih aman.
Secara makro, moratorium akan berdampak juga pada Produk Domestik Bruto suatu negara. Contoh, Brasil mampu menumbuhkan perekonomiannya sambil memotong deforestasi. Sejak tahun 2004 tingkat deforestasi tahunan Brasil di hutan Amazon telah turun 80%, sedangkan PDB per kapitanya meningkat hampir 40%.
Redaksi Hijauku.com
reff : http://birubertualang.blogspot.com/2013/03/menata-kembali-hutan-indonesia.html Tags:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Menata Kembali Hutan Indonesia”
Posting Komentar