Sabtu, 05 Desember 2015
masalah sosial kampus
MASALAH SOSIAL FAKULTAS TEKNIK UGM
Oleh :M.CHOIRUR ROFIQUL MIZAN
A.Pendahuluan
Lebih dahulu perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan struktur sosial. Kita ketahui, bahwa orang-orang yang hidup dalam masyarakat saling berinteraksi. Interaksi ini didasari dan terus diarahkan pada nilai-nilai kebersamaan, norma-norma yaitu standar tingkah laku yang mengatur ineraksi antar individu yang menunjukkan hak dan kewajiban tiap-tiap individu sebagai sarana penting agar tujuan bersama tercapai, dan akhirnya oleh sanksi, baik sanksi yang negatif dalam arti mendapat hukuman kalau melanggar norma maupun sangat positif yaitu mendapat penghargaan karena telah mentaati norma yang ada. Dasar dan arah umum interaksi inlah yang kita mengerti sebagai kultur.
Perlu diingat, bahwa dalam setiap institusi juga ada nilai-nilai, norma-norma dan sanksi-sanksi, karena tujuan institusi memang untuk mengatur interaksi. Keseluruhan institusi memang untuk mengatur interaksi. Keseluruhan institusi serta saling berhubungan satu sama lain, itulah yang disebut stuktur sosial. Kata stuktur menunjukkan saling adanya hubungan antara bagian keseluruhan. Maka dapat dikatakan stuktur sosial adalah interaksi manusia yang sudah berpola dalam institusi ekonomi, politik, agama, keluarga, budaya. Dengan kata lain struktur sosial adalah pengorganisasian masyarakat yang ada atau keseluruhan aturan permainan dalam berinteraksi.
B. Pembahasan
Dalam Gerakan mahasiswa sendiri di fakultas teknik yang dalam orientasinya selama ini ingin melakukan perubahan, selalu melihat perubahan struktur atau lebih spesifik perubahan kebijakan sebagai ukuran keberhasilannya. Sedangkan fenomena tentang perubahan struktur atau perubahan kebijakan yang terjadi di Indonesia pada kenyataannya dihasilkan dari proses gerakan politik bukan gerakan moral
Gerakan mahasiswa yang mengklaim dirinya menyuarakan aspirasi rakyat dengan mengunakan idiom demokrasi, HAM, supremasi sipil, supremasi hukum dan yang lainnya, telah menjadikan idiom-idiom tersebut sebagai standar moral gerakan. Standar moral yang cenderung dikotomis karena pada realitasnya, moral kemudian menjadi alat untuk mengukuhkan eksistensi gerakan mahasiswa dan menyerang lawan (baca: negara) yang pada sisi lain negara yang dalam perwujudannya sebagai bentuk dari konsep trias politika (eksekuti, legeslatif dan yudikatif) juga mengunakan idiom yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tetapi kemudian mengapa gerakan struktural negara dalam konteks yang sama tidak disebut sebagai gerakan moral tetapi lebih cenderung disebut gerakan politik yang identik dengan relasi kuasa.
nilai-nilai sopan santun semakin lama semakin memudar dilingkungan teknik UGM ini.keadaan ini sering terlihat dalam kegiatan mahasiswa sehari-hari,banyak teman-teman anak TI sendiri mengalami hal tersebut dan untungnya teman-taman masih bisa mengontrol emosi disitu.
Banyak anak dibawah angkatan tidak bisa menghargai kakak tingkatnya
Dalam hal ini mahasiswa belum bisa bermsyarakat dan bersosial atau bertata krama yang baik
sering kita dengar sebuah pesan yang bias kita ambil
1. Hormatin senior kalian, agar kalian bisa dihormat Tunjukkan kepada yang lain kalau kalian bisa bermasyarakat.dan tidak seperti orang yang hanya nengedepankan individualisme saja Ingat, UGM KAMPUS RAKYAT.
2. Inget peribahasa "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung" inget peribahasa itu. Kita sebagai mahasiswa bukan siswa lagi,harus beradaptasi dengan lingkungan baru, bukan lingkungan yang beradaptasi dengan kita. Kita harus tahu bagaimana adat-istiadat di Jogja.disini nuansa budaya masih kental dan tidak bisa mengelak dari itu. Kalaupun seandainya kita sudah bisa beradaptasi dengan baik disini, kita jangan terlena dan lupa daratan. Lihat keadaan lingkungan sekitar.
C.Kesimpulan
sopan santun itu sangat penting untuk menciptakan suasana belajar yang harmonis
dan sifat-sifat kesopanan mahasiswa akan terpupuk,UGM sendiri akan tercermin kerakyatannya yang memang bisa bergaul denagn masyarakat
MASALAH SOSIAL DI KAMPUS UGM
Oleh :M.CHOIRUR ROFIQUL MIZAN
A.Pendahuluan
Krisis ekonomi telah membangkrutkan Indonesia Kebangkrutan Negara menyebabkan subsidi terhadap pendidikan mulai macet. Alternatif jalan keluar yang paling aman bagi Negara menghadapi situasi krisis perekonomian dalam dunia pendidikan adalah melakukan pengurangan subsidi Pengurangan atau penghapusan subsidi ini kemudian dirasionalisasikan melalui penetapan status PTN menjadi otonom dengan status Badan Hukum.PP (Peraturan Pemerintah) tentang otonomi kampus yang dikeluarkan Negara
B.Pembahasan
Adanya BHMN membawa perubahan secara mendasar terhadap seluruh visi misi dan sistem pendidikan di PTN. Dalam perspektif mahasiswa BHMN menyodorkan perubahan yang buruk daripada yang baik karena eksploitasi terhadap mahasiswa dalam bentuk mahalnya biaya pendidikan merupakan dampak tak Terhindarkan dan ini masalah sosial yang dihadapi okeh mahasiswa UGM yang notabenennya katanya kmpus kerakyatan BHMNnisasi sesungguhnya menggunakan logika dan metode kapitalistik untuk tumbuh berkembang. Kapitalisme merupakan modes of production (cara produksi) yang menggunakan cara-cara eksploitatif dan berorientasi pada dua hal, yaitu penumpukan modal (kekayaan) dan perluasan pasar.
Pada situasi ini PT BHMN (Perguruan Tinggi dalam status BHMN) mempunyai dua dimensi kondisi; pertama sebagai agen dan pelaksana modes of production kapitalisme, sekaligus; kedua sebagai korban dari kapitalisme itu sendiri.
Rasionalitas instrumental ini semakin sempurna eksistensinya dengan usaha diciptakannya Quality Assurance /QA (Jaminan Mutu). QA adalah blue print masyarakat universitas yang harus dicapai melalui berbagai prosedur, dari masalah cara meminjam megaphone atau peralatan universitas sampai prosedur mengembalikan pinjaman tersebut. Akan tetapi di dalam QA tidak ditemukan prosedur membiayai pendidikan semurah mungkin atau bahkan gratis! Prosedur di dalam QA adalah prosedur mentaati kekuasaan sehingga proses BHMNisasi berjalan aman dan terkendali. Selanjutnya modes of production dalam lembaga kapitalis akan berusahamencari modal sebanyak yang ia mampu untuk kepentingan perluasan usaha dan jangkauan pasar. PT BHMN dalam mengumpulkan modal dilakukan melalui beberapa cara; menaikkan SPP mahasiswa setinggi-tingginya, menarik investor sebanyak mungkin, menjual hasil produksinya, dan terakhir mencari dana pinjaman dari lembaga-lembaga ekonomis lainnya. Langkah-langkah ini sangat serupa dengan langkah-langkah suatu perusahan profit untuk mempertahankan eksistensi bisnisnya atau mengembangkan usahanya. dan kebijakan komersialisasi pendidikan melalui BHMN dan BHP yang berdampak pada pendidikan hanya dapat dinikmati oleh keluarga yang mampu secara ekonomi.
Dampak social bagi mahasiswa Sudah tidak diragukan lagi kenaikan SPP mahasiswa yang terjadi. Sumber dana yang terdekat adalah mahasiswa sehingga kenaikkan SPP menjadi lahan paling mudah diakses karena tidak perlu melalui kesepakatan, tender, atau resiko-resiko lainnya.
Mahasiswa dianggap sebagai konsumen yang memanfaatkan fasilitas pendidikan PT BHMN, dan bukan sebagai generasi bangsa yang bertanggung jawab terhadap bangsa ini dan harus dibiayai pendidikannya. Akibatnya muncul jarak antara mahasiswa dan universitasnya sendiri, jarak antara konsumen dan produsen. Jarak yang akan memunculkan macetnya dinamika intelektual. Mahasiswa sibuk dengan biaya yang mahal dan pada gilirannya merubah dirinya menjadi sangat pragmatis, tidak berorientasi kelimuan melainkan cepat selesai dan kerja. Bekerja setelah lulus merupakan cita-cita yang normal akan tetapi ketika proses akademik direduksi menjadi alat untuk mencari kerja semata maka universitas seperti UGM ini tidak akan menghasilkan lulusan yang mempunyai kreativitas dan kemandirian. Mereka hanya akan mengharap mendapatkan pekerjaan dari dunia industrialisasi.
Selanjutnya, PT BHMN beramai-ramai mengundang investor masuk ke kampus untuk pengumpulan modal. Para investor menanamkan investasi ke PTN dan akan menerima hasilnya dalam dua bentuk; keuntungan pengembangan modal (uang) dan menerima tenaga kerja siap pakai, murah, yang disediakan khusus untuk mereka.
Jalan selanjutnya dari lembaga dengan sistem kapitalis adalah menjual hasil produksi. PT BHMN menganggap barang produksi yang bisa dijual adalah ?ruang kelas? dalam program-program pendidikan, seperti teknik, manajemen, hukum, ekonomi dan lainnya. Tak pelak lagi, kampus penuh sekali dengan program pendidikan dengan ruang kelas dan sumber daya dosen yang itu-itu saja. Tetapi yang paling mengenaskan, program-program pendidikan tersebut adalah barang jualan yang hanya bisa dibeli oleh orang-orang berkocek tebal. Program studi itu dijual dengan harga tinggi agar terkumpul modal yang mencukupi.
Idealnya lembaga pendidikan menjual hasil penelitian-penelitiannya untuk mengumpulkan dana atau modal.Situasi ini terjadi di UGM Yogyakarta Hasil produksi lain dari dampak adnya BUMN adalah mahasiswa. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, mahasiswa diberikan standar ganda oleh Pemerintah dan Rektoriat, sebagai konsumen dan sebagai hasil produksi. Sebagai hasil produksi lulusan mahasiswa dihargai oleh perusahaan-perusahaan sesuai dengan fakultasnya. Misalnya dokter 45 juta, Fisipol 15 Juta, dan Sastra 10 juta! Sistem ini disebut block grand,dimana harga-harga lulusan akan menjadi referensi bagi investor untuk menanamkan modalnya.
BHMNisasi sama saja dengan merubah lembaga pendidikan menjadi lembaga kapitalis. Kejahatan-kejahatan yang dibawa oleh sistem itu secara garis besar adalah kecenderungan dibawanya orang-orang yang ada di dalamnya ke jurang kehancuran.
Dampak BHMNisasi terhadap berbagai dimensi kemanusiaan dan sistem pendidikan di UGM ternyata mempunyai dampak-dampak buruk yang harus diwaspadai. Sebuah sistem besar dan tampak megah, sebenarnya terdapat banyak penyimpangan dan kekejian. Upaya pengawalan terhadap BHMNisasi di UGM sudah dilakukan oleh berbagai elemen gerakan mahasiswa dan civitas akademik. Dalam pandangan gerakan mahasiswa BHMN merupakan konsep kapitalis, eksploitatif, anti kerakyatan, dan menjadi budak industrialisme. Sehingga dalam aksinya Pandangan ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pelaksana kebijakan, yaitu rektoriat dan pemerintah.agar kedepan mahasiswa UGM ini menjadi penerus bangsa yang berintelektual baik di bidang agama maupun di teknologinya.dan dapat biaya kuliah murah
C.Kesimpulan
komersialisasinya institusi pendidikan dengan berubahnya status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) membawa maslah social yang besar bagi mahasisawa UGM hanya orang-orang yang mempunyai kepandaian di atas rata-rata yang bisa belajar pada perguruan tingi tersebut. Dengan perubahan status tersebut, seakan-akan kesan itu menjadi berkurang karena calon mahasiswa yang pandaipun kalau tidak punya biaya maka sangat sedikit sekali kesempatan untuk bisa kuliah di BHMN atau mungkin bahkan hilang kesempatan itu..
MASALAH SOSIAL DI INDONESIA
Oleh :M.CHOIRUR ROFIQUL MIZAN
1.Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi,geografis,gender,dan kondisi lingkungan. Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan definisi kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan,tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.
B.Pembahasan
Permasalahan kemiskinan akan dilihat dari aspek pemenuhan hak dasar, beban kependudukan, serta ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender.
Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Rendahnya kemampuan daya beli merupakan persoalan utama bagi masyarakat miskin. Sedangkan permasalahan stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga yang terjangkau, tidak terlepas dari ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras dan kurangnya upaya diversifikasi pangan. Sementara itu permasalahan pada tingkat petani sebagai produsen, berkaitan dengan belum efisiennya proses produksi pangan, serta rendahnya harga jual yang diterima petani
Berdasarkan beban persoalan yang dihadapi, ketidakmampuan masyarakat dalam mencukupi kebutuhan makanan minimum terutama dihadapi oleh sekitar 8,9 juta jiwa atau 4,39 persen masyarakat miskin yang berada dibawah garis kemiskinan makanan (BPS, tahun 2002). Sedangkan dalam cakupan yang lebih tinggi, permasalahan ini juga dihadapi oleh masyarakat miskin yang berada dibawah garis kemiskinan makanan maupun non makanan yang berjumlah 37,3 juta jiwa atau 17,4 persen pada tahun 2003. Bahkan berdasarkan data yang digunakan MDGs dalam indikator kelaparan, hampir dua-pertiga dari penduduk di Indonesia masih berada dibawah asupan kalori sebanyak 2100 kalori perkapita/hari. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan kecukupan kalori, disamping menjadi permasalahan masyarakat miskin, ternyata juga dialami oleh kelompok masyarakat lainnya yang berpendapatan tidak jauh di atas garis kemiskinan.
Tindakan untuk melakukan impor pangan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan menunjukkan bahwa produksi pangan dalam negeri kurang mencukupi kebutuhan pangan Walaupun impor memang menjawab masalah ketidakcukupan pangan dan menjaga stabilitas harga beras bagi konsumen, namun apabila jumlahnya berlebihan dapat menimbulkan masalah terhadap stabilitas harga gabah yang dijual petani. Terlebih lagi dengan adanya praktek penyelundupan atau perdagangan yang tidak sehat, seperti dumping dan impor pangan secara tidak terkendali sangat merugikan petani sebagai produsen bahan pangan, karena akan menjatuhkan harga jual produksi, terutama pada saat panen raya
Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan. Masalah utama yang menyebabkan rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin adalah rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi
Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, namun disparitas status kesehatan antarmasyarakat, antarkawasan, dan antara perkotaan dan perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin adalah hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya.
Pada umumnya tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Angka Kematian Bayi (AKB) pada kelompok berpendapatan rendah masih selalu di atas AKB masyarakat berpendapatan tinggi, meskipun telah turun dari 61 (per 1.000 kelahiran) pada tahun 1999 menjadi 53 pada tahun 2001. Status kesehatan masyarakat miskin diperburuk dengan masih tingginya penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis paru, dan HIV/AIDS. Kerugian ekonomi yang dialami masyarakat miskin akibat penyakit tuberkulosis paru sangat besar karena penderitanya tidak dapat bekerja secara produktif. Kematian laki-laki dan perempuan pencari nafkah yang disebabkan oleh penyakit tersebut berakibat pada hilangnya pendapatan masyarakat miskin.
Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya pembangunan pendidikan yang dilakukan secara signifikan telah memperbaiki tingkat pendidikan penduduk Indonesia.
Pembangunan pendidikan ternyata belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat. masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antarkelompok masyarakat terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin dan antara perdesaan dan perkotaan
Pada saat yang sama partisipasi pendidikan penduduk perdesaan masih jauh lebih rendah dibandingkan penduduk perkotaan Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain diluar iuran pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya sekolah seperti
Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha. Masyarakat miskin umumnya menghadapi permasalahan terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Masyarakat miskin dengan keterbatasan modal dan kurangnya keterampilan maupun pengetahuan, hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan terbatasnya peluang untuk mengembangkan usaha. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang memadai dan tidak ada kepastian akan keberlanjutannya.
Penduduk miskin yang umumnya berpendidikan rendah harus bekerja apa saja untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan lemahnya posisi tawar masyarakat miskin dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang merugikan. Masyarakat miskin juga harus menerima pekerjaan dengan imbalan yang terlalu rendah, tanpa sistem kontrak atau dengan sistem kontrak yang sangat rentan terhadap kepastian hubungan kerja yang berkelanjutan. Di sisi lain kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga miskin seringkali memaksa anak dan perempuan untuk bekerja. Pekerja perempuan, khususnya buruh migran perempuan maupun pembantu rumahtangga dan pekerja anak menghadapi resiko sangat tinggi untuk dieksploitasi secara berlebihan, tidak menerima gaji atau digaji sangat murah, dan bahkan seringkali diperlakukan secara tidak manusiawi
Rendahnya posisi tawar masyarakat miskin diantaranya disebabkan oleh ketidakmampuan pekerja untuk melakukan tawar-menawar. Konflik-konflik perburuhan yang terjadi, seringkali dimenangkan oleh pihak perusahaan dan merugikan para buruh. Pemerintah sebagai pihak yang dapat menjadi mediasi dan pembela kepentingan masyarakat seringkali kurang responsif dan peka untuk menindaklanjuti masalah perselisihan antara pekerja dengan pemilik perusahaan. Dampak dari perselisihan tersebut seringkali membuahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara tidak adil, sehingga mengakibatkan munculnya sekelompok orang miskin baru
Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering juga mengeluhkan kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai. Hal ini terjadi pada masyarakat perkebunan yang tinggal di dataran tinggi seperti perkebunan teh di Jawa. Mereka jauh dan terisiolasi dari masyarakat umum. Sementara itu, bagi penduduk lokal yang tinggal di pedalaman hutan, masalah perumahan dan permukiman tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari masalah keutuhan ekosistem dan budaya setempat
Memburuknya Kondisi Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam, serta Terbatasnya Akses Masyarakat Terhadap Sumber Daya Alam. Kemiskinan mempunyai kaitan erat dengan masalah sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Masyarakat miskin sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan sumberdaya alam dan perubahan lingkungan. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, daerah pinggiran hutan, kawasan pesisir, dan daerah pertambangan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan. Sedangkan masyarakat miskin di perkotaan umumnya tinggal di lingkungan permukiman yang buruk dan tidak sehat, misalnya di daerah rawan banjir dan daerah yang tercemar. Masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap sumberdaya alam dan menurunnya mutu lingkungan hidup, baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penunjang kehidupan sehari-hari.
Masyarakat miskin seringkali terpinggirkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Hal ini terjadi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam oleh perusahaan besar dan peralihan hutan menjadi kawasan lindung. Sekitar 30 persen dari hutan produksi tetap hanya dikelola oleh sekelompok perusahaan dan cenderung mengabaikan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar dan dalam hutan. Pengelolaan kawasan lindung tanpa mempertimbangkan kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya akan menjauhkan akses masyarakat terhadap sumberdaya dan justru menghambat tercapainya pembangunan berkelanjutan. Masyarakat miskin yang tinggal di sekitar daerah pertambangan tidak dapat merasakan manfaat secara maksimal. Mereka hanya menjadi buruh pertambangan dan bahkan banyak diantaranya tidak dapat menikmati hasil tambang yang dikelola oleh investor, serta tidak adanya hak atas kepemilikan terhadap areal pertambangan yang dikuasai oleh para pemilik modal atas ijin dari negara.
Lemahnya Partisipasi. Salah satu penyebab kegagalan kebijakan dan program pembangunan dalam mengatasi masalah kemiskinan adalah lemahnya partisipasi mereka dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya pertisipasi mereka dalam pengambilan keputusan
Untuk merespon permasalahan pokok dan sasaran di atas, maka arah kebijakan yang diperlukan meliputi
Pemenuhan Hak atas Pangan
Pemenuhan hak atas pangan bagi masyarakat miskin laki-laki dan perempuan dilakukan dengan:
1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat dalam mendukung ketahanan pangan lokal;
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diversifikasi konsumsi pangan dan konsumsi pangan yang tidak diskriminatif gender dalam keluarga;
3. Meningkatkan efisiensi produksi pangan petani dan hasil industri pengolahan dengan memperhatikan mutu produksi;
4. Menyempurnakan sistem penyediaan, distribusi dan harga pangan;
5. Meningkatkan pendapatan petani pangan dan sekaligus melindungi produk pangan dalam negeri dari pangan impor;
6. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dalam gizi dan rawan pangan; dan
7. Menjamin kecukupan pangan masyarakat miskin dan kelompok yang rentan terhadap goncangan ekonomi, sosial, dan bencana alam.
Pemenuhan Hak atas Layanan Kesehatan
Pemenuhan hak dasar masyarakat miskin atas layanan kesehatan yang bermutu dilakukan dengan:
1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat miskin;
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin tentang pencegahan penyakit menular, lingkungan sehat, kelangsungan dan perkembangan anak, gizi keluarga, perilaku hidup sehat;
3. Meningkatkan kemampuan identifikasi masalah kesehatan masyarakat miskin;
4. Meningkatkan investasi kesehatan guna menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di berbagai tingkat pemerintahan;
5. Meningkatkan alokasi anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat miskin;
6. Meningkatkan kerjasama global dalam penanggulangan masalah kesehatan masyarakat miskin;
7. Meningkatkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat miskin, baik perempuan maupun laki-laki;
8. Mengutamakan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat miskin seperti TBC, malaria, rendahnya status gizi, dan akses kesehatan reproduksi; dan
9. Membina dan mendorong keikutsertaan pelayanan kesehatan non-pemerintah/swasta dalam pelayanan.
Pemenuhan Hak atas Layanan Pendidikan
Pemenuhan hak masyarakat miskin untuk memperoleh layanan pendidikan yang bebas biaya dan bermutu serta tanpa diskriminasi gender dilakukan dengan:
1. Meningkatkan partisipasi pendidikan masyarakat miskin pada jenjang Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun melalui jalur formal atau non formal termasuk melalui upaya penarikan kembali siswa putus sekolah jenjang SD termasuk SDLB, MI, dan Paket A dan jenjang SMP/MTs/Paket B serta lulusan SD termasuk SDLB, MI, dan Paket A yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP/MTs/Paket B;
2. Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara melalui peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional yang didukung dengan upaya penurunan angka putus sekolah khususnya pada kelas-kelas awal jenjang SD termasuk SDLB dan MI atau yang sederajat serta mengembangkan budaya baca untuk menghindari terjadinya buta aksara kembali (relapse illiteracy), dan menciptakan masyarakat belajar;
3. Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya yang ingin meningkatkan dan atau memperoleh pengetahuan, kecakapan/keterampilan hidup dan kemampuan guna meningkatkan kualitas hidupnya;
4. Mengembangkan kurikulum, bahan ajar dan model-model pembelajaran termasuk model kecakapan hidup dan keterampilan bermatapencaharian yang diperlukan oleh masyarakat miskin;
5. Meningkatkan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk dapat melayani kebutuhan pendidikan bagi masyarakat miskin; dan
6. Memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga miskin yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pemenuhan Hak atas Pekerjaan dan Usaha
Pemenuhan hak masyarakat miskin atas pekerjaan dan pengembangan usaha yang layak dilakukan dengan:
1. Meningkatkan efektifitas dan kemampuan kelembagaan pemerintah dalam menegakkan hubungan industrial yang manusiawi dan harmonis;
2. Meningkatkan kemitraan global dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan perlindungan kerja;
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat miskin dalam mengembangkan kemampuan kerja dan berusaha;
4. Meningkatkan perlindungan terhadap buruh migran di dalam negeri dan di luar negeri;
5. Melindungi pekerja baik laki-laki maupun perempuan untuk menjamin keberlangsungan, keselamatan dan kemanan kerja; dan
6. Mengembangkan usaha mikro, kecil, dan Koperasi;
7. Mengembangkan kelembagaan masyarakat miskin dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha.
Pemenuhan Hak atas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dilakukan dengan:
1. Meningkatkan penyebarluasan informasi dan pengetahuan berbagai skema pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berpihak pada masyarakat miskin;
2. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan;
3. Mengembangkan sistem hukum yang dapat mencegah atau mengatasi pencemaran sumberdaya air dan lingkungan hidup;
4. Mengembangkan sistem pengelolaan sumberadaya alam dan lingkungan hidup yang menjamin dan melindungi akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan; dan
5. Meningkatkan jaringan kerja sama dan tukar pengalaman antarnegara dan lembaga internasional dalam hal pengelolaan SDA dan pelestarian LH yang lebih berpihak pada masyarakat miskin yang tinggal dilokasi sumber daya alam, dan penanganan serta pencegahan perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.
Pemenuhan Hak untuk Berpartisipasi
Upaya peningkatan kemampuan dan partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan publik dilakukan dengan:
1. Meningkatkan kemampuan dan akses masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan;
2. Meningkatkan peranserta masyarakat miskin dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi atas proyek-proyek pembangunan yang berdampak langsung pada penanggulangan kemiskinan; dan
3. Menyediakan informasi pembangunan bagi masyarakat miskin baik laki-laki dan perempuan
B.Kesimpulan
Masalah kebijakan sosial adalah suatu permasalahan yang membutuhkan penanganan khusus, terpadu dan dilakukan secara kontinu dan konsekuen. Sebagian besar Negara berkembang selalu memperhatikan aspek kebijakan sosial sebagai program andalan yang dapat menjadi perencanaan untuk melakukan kesejahteraan sosial.
Telebih lagi adanya kebijakan sosial tak bisa lepas dari pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan lembaga pembuat kebijakan. Peranan yang harus menjadi tanggungjawab berbagai pihak dalam menyusun dan melakukan perencanaan se-strategis mungkin demi tercapainya kesejahteraan sosial, dan aspek-aspek yang menjadi hambatannya
E. Daftar Pustaka/Referensi
dari internet dan buku Indonesia kedepan
www.okezone.com
www.diokza.ac.id
reff : http://mizanmq.blogspot.com/2010/08/masalah-sosial-kampus.html
0 Responses to “masalah sosial kampus”
Posting Komentar