Jumat, 27 Maret 2015
HUKUM DAN POLITIK DI INDONESIA
Jumat, 27 Maret 2015 by Alfanet Fx
He he jumpa lagi dengan saya dengan sobat semua, apa kabarnya nih sobat semua ? sehat dan bahagian bukan ?. Kita akan mencoba mengupas masalah HUKUM DAN POLITIK DI INDONESIA."
1.�� Letak Masalah Hukum dan Letak Masalah Politik
Sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada zaman penjajahan adalah Sistem Hukum yang beraneka ragam oleh beberapa golongan-golongan ras : Bangsa Eropa, Indonesia Asli, Cina dan Timur Asing.
Bagi keturunan Eropa berlaku BW (Burgelijik Wetboek) Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan WVK (Wet Boek Van Koophendel), Kitab Undang-undang Hukum Dagang, dan Hukum Adat yang merupakan titik yang mempunyai Norma-norma Hukum yang mereka percayai, diman Bangsa Eropa berusaha ingin menggantikannya Hukum Adat dengan Kitab Undang-undang yang seragam dengan corak Eropa.
Sistem Hukum Adat bagi orang Indonesia asli (Van Vollen dan Ter Haar) tidak dapat bertahan lama karena dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa dan dipengaruhi oleh sistem peradilan yang berubah, akibat dari masih kurangnya tenaga hakim di Indonesia pada waktu itu.
Hukum adat yang diharapkan berlaku di Indonesia di pecah-pecah sehingga menimbulkan kerancuan dalam penerapannya, sehingga tidak dapat bertahan lama.
Sumber daya administratif tidak cukup untuk melakukan pengawasan penuh terhadap penduduk, sebagian besar perselisihan karenanya di serahkan penyelesaian Kepala Desa atau Keluarga dan tata cara penyelesaiannya yang lazim barangkali adalah kompromi, msalahnya adalah kita tidak� mempunyai aturan / perangkat hukum secara tertulis yang menyangkut persoalan-persoalan pidana dan perdata dengan persoalan Administratif saja yang diberlakukan secara tertulis.
Padahal yang dibentuk pada masa kolonial Hindia Belanda yang dengan tujuan agar mereka dapat menguasai dan menentukan hukum berlaku
Letak masalah politik
Masalah politik yang terjadi sesudah revolusi pada tahun 1945. Pada masa itu terjadi perubahan politik dari penjajahan ke sistem Indonesia merdeka terjadilah perubahan sistem hukum yang berlaku.
Kebanyakan negara-negara yang baru saja merdeka terus- menerus dilanda pergolakan politik sebagai akibat terjadinya saling mencari kekuasaan diantara orang-orang yang memperebutkan demi kepentingan golongan atau kelompok tertentu
Perubahan sistem peradilan di Indonesia, maka politik pengembangan kekuasaan kehakiman di negara-negara Asia dan Afrika tidak cukup memadai karena dua sebab :
1.� Kita tidak dapat memperoleh pengetahuan sebelumnya mengenai faktor � faktor politik dan sosial yang berkenaan dengan proses perubahan dalam suatu negara.
2.� Adalah bahwa dengan menitik beratkan pada segi � segi legislatif perkembangan tersebut.
2.� Kaitan antara Sub Judul Kesinambungan dan Perubahan
Kesinambungan dan perubahan baik masalah Hukum maupun politik yang tepat di dalam buku ini dapat kita lihat mulai dari bahasan pertama (Bab I) mengenai Mahkamah Agung dan Politik Hukum Waris Adat dijelaskan pembagian berlakunya golongan � golongan negara keturunan Eropa, Indonesia Asli, keturunan Cina dan Timur Asing lainnya yang berlaku pada zaman Hindia Belanda dan dihapus pada zaman pendudukan Jepang.
Para pakar Hukum Belanda tetap mempertahankan Hukum Adat sebagai sistem hukum yang hidup berkembang di dalam masyarakat yang dijaga dan ditaati oleh masyarakat (living law) sehingga dalam bahasan Bab II mengulas politik pengembangan kekuasaan kehakiman di negara baru Asia dan Afrika dikatakan tampaknya tidak cukup memadai disebabkan karena kita tidak dapat memperoleh pengetahuan sebelum menganai faktor-faktor politik dan sosial yang berkenaan dengan proses perubahan di negara Asia yang kedua dengan menitikberatkan pada kekuasaan legislatif dalam pengembangan tersebut.
Dalam tubuh eksekutif persaingan lebih berkembang dan dari beberapa hal lebih rumit perselisihan antara polisi dan penuntut adalah perselisihan merebut kekuasaan.
Dalam Bab III perubahan Hukum Sipil dari Dewi Keadilan ke Pohon Beringin. Perubahan sistem hukum ini sangat mempengaruhi berlakunya sistem peradilan di Indonesia. Dimana pembagian berlakunya sistem Hukum Adat, Hukum Pidana tidak terdapat kemajuan setelah kemerdekaan.
Bab IV lembaga-lembaga peradilan dan budaya hukum di Indonesia membicarakan masalah peradilan dan budaya hukum yang berlaku dalam masyarakat pada pokoknya adalah bagaimana orang menangani berbagai warisan dalam masyarakat bagaimana mereka mengatasi perselisihan-perselisihan mereka. Disinilah fungsi hukum dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Dibahas dalam Bab VII mengenai asal usul keadvokatan Indonesia yang mencari perbedaan dan persamaan Lowyer yang ada di Amerika, walaupun secara tegas pada Bab V mengoreksi Advokat Indonesia yang belum melewati ketentuan formil kepengacaraan namun dapat disamakan dengan advokat yang melalui jenjang formil kepengacaraan.
Sedangkan pada Bab X yaitu bahasannya hukum Kolonial dan asal-usul pembentukan negara Indonesia menceritakan tentang hukum di masa Kolonial serta pemanfaatan hukum adat yang ada di Indonesia sampai dengan Bab II juga kurang lebih seperti apa yang diuraikan mengenai kelembagaan serta pembahasan Bab V tentang pokkrol bambu mengenai keadvokatan di Indonesia tetapi lebih jelas bahasan Bab II mengulas tentang biografi LBH yang orientasinya perombakan hukum politik dan sosial serta memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang tidak mampu.
Sedangkan pada Bab yang terakhir (12) membahas gerakan sosial tersebut disebabkan pengaruh kepentingan ekonomi dukungan elit dan nilai-nilai rakyat semuanya ikut menentukan dalam masyarakat maupun juga walaupun ada prinsip-prinsip berlawanan namun pemerintahan konstitusional pasti memiliki aspirasi atau orientasi kepada ketentuan-ketentuan hukum dan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya oleh karena itu setiap negara yang memakai dasar konstitusional lebih mencerminkan perlindungan kepada rakyat dan hak asasi.
3.� Kaitan antara ke 12 Bab dengan masalah-masalah Politik dan Masalah Demokrasi.
Membicarakan masalah politik dan demokrasi adalah suatu masalah yang dihadapi dengan harapan bahwa terjadi saling berhubungan satu sama lain.
Bab I Mahkamah Agung dan Praktek Hukum Waris Adat. Keputusan-keputusan yang diambil oleh Mahkamah Agung, mengenai hukum waris kiranya perlu kita memperhatikan beberapa faktor untuk dipertimbangkan, demi mencapai suatu hasil keputusan yang dianggap adil untuk semua orang tanpa suatu indikasi buruk atau prasangka jelek.
Pendekatan hukum terhadap kehakiman di negara-negara baru Asia dan Afrika tampaknya tidak cukup memadai karena dua faktor yang menyebabkan sebagai berikut :
1.�� Kita tidak dapat memperoleh pengetahuan sebelumnya mengenai faktor-faktor politik sosial yang berkenaan dengan proses perubahan di negeri-negeri itu.
2.�� Bahwa dengan menitikberatkan pada segi-segi legislatif perkembangan tersebut sorotannya beralih keluar dari lembaga-lembaga itu sendiri.
Cara untuk mengatasi keberatan kedua faktor tersebut ialah menghindari dan untuk sementara waktu fungsi lembaga peradilan yang normal dan amandemennya pertama-tama sebagai organisasi seperti yang lain, lengkap dengan perhatian mengenai kepentingan kelompok yang harus dipertahankan dan keinginan yang harus diraih. Dari titik tolak demikian maka mungkin dapat diperoleh pandangan sekilas mengenai politik dan sosiologi perubahan dibidang tegel dan institusional.
Ada dua pandangan mengenai kaitan antara pengadilan dan kerja menyusun kualifikasi, salah satu diantaranya ialah bahwa Undang-undang yang sama pengadilan mengisi kekurangan-kekurangan yang bisa jadi timbul persamaan dengan terjadinya pengembangan situasi. Oleh Profesor Djojodiguno dari Universitas Gajah Mada seorang pakar Hukum Adat yang berpendapat bahwa berdasarkan analogi dengan sistem hukum tidak tertulis (Common Law) bahwa hukum tertulis harus diketepikan untuk memberi tempat kepada hukum kebiasaan (Costumati Law) yang dikembangkan oleh Hakim itu sendiri.
Budaya hukum mempunyai kelebihan dan kelemahan yang menarik terhadap nilai-nilai yang berkait dengan hukum dan proses hukum, tetapi secara analitis dapat dibedakan dengan hukum maupun dengan proses hukum dan sering dinyatakan berdiri sendiri, konsep budaya hukum terdiri dari dua hukum yang berkait antara lain :
1.�� Nilai Hukum Subtantif
2.�� Nilai Hukum keacaraan berkaitan dengan penataan sosial dan pengolahan perselisihan.
Nilai ini membantu menentukan ruang sisanya yang diberikan kepada lembaga hukum, politik, agama atau lembaga lainnya yang berlainan disembarang waktu dalam sejarah masyarakat. Kementerian Kehakiman untuk menghapus pokrol bambu tetapi selalu ragu-ragu melaksanakan. Pada umumnya di kalangan masyarakat Profesi Hukum, termasuk para advokat sendiri bahwa tidak cukup tersedia Advokat Profesional untuk mewakili tiap orang yang membutuhkannya. Dan sikap yang masih setengah-setengah, diakui bahwa kebanyakan pokrol bambu mewakili yang tidak menggunakan Kasad Advokat.
Para ahli hukum dan birokrasi termasuk hakim cenderung bersikap bertentangan terhadap advokat karena berbagai alasan dan diantara mereka terdapat pikiran bahwa advokat hendaknya jangan monopoli untuk melakukan praktek hukum.
Univikasi peradilan adalah salah satu faktor pendorong untuk menyatakan persepsi, sehingga menimbulkan reaksi terhadap kolonial. Untuk menciptakan suatu pengadilan pidana bagi semua penduduk bekas jajahan, maka pada tahun 1918 kitab Undang-undang tentang perdata dibentuk dan berlakukan.
Hukum Pengadilan Negeri jelas berpendapat bahwa logika pembentukan Pengadilan Nasional yang disatukan adalah menghapus peradilan lokal, itulah yang dimaksud dengan unifikasi.
Yang mengenai pembatasan mengenai kekuasaan dan keleluasaan para elite, pembatasan tersebut setidak-tidaknya ditetapkan secara minimal karena kekhawatiran pemerintah tentang keabsahan, karena adanya pertentangan para elit politik dan juga adanya tekanan internasional dalam berbagai bentuk, akan tetapi dikalangan pemerintah sendiri konsisten dengan tekad untuk membentuk suatu subsistem birokrasi (termasuk subsistem hukum) mempunyai otonomi yang relatif kecil dan karenanya efektif sebagai sarana kontrol internal.
Van Vollen Haven dan Hukum Adat
Van Vollen Haven dalam tulisannya tentang adat hanya sedikit dijumpai mengenai minat teoritisnya terhadap perubahan karena kecenderungan yang konservatif ini di sisi lain berlaku liberal? Alasannya, ia telah mengerahkan banyak energi bahwa hukum Indonesia itu adalah Asli dan bukan sekedar turunan dari Hukum Hindu atau Islam, bertanggung jawab untuk memberikan konsep-konsep mengenai nilai-nilai Hukum Indonesia. Ia tetap peka pada keasliannya, sehingga Van Vollen Haven adalah salah satunya Bapak Hukum Adat.
Negara baru mewarisi banyak hal dari pendahulunya masa kolonial yang mengubah kondisinya bukan dengan memberlakukan hukum yang baru tetapi menerapkan kebijaksanaan politik baru, menghormati hukum lokal, dan pada umumnya mereka tidak dapat mengesampingkan kecuali kepentingan dagang sebagai taruhan. Hal yang mereka tidak hormati dan ambisi merekapun cenderung tidak menghormatinya, adalah hubungan-hubungan ekonomi dan politik yang selamanya bersumber pokok hukum lokal.
Bantuan Hukum di Indonesia
Keberhasilan LBH dalam bertahan, setidak-tidaknya dalam melaksanakan program yang tulus berkenaan dengan persoalan yang nyata-nyata menarik perhatian para advokat di seluruh Indonesia pada tahun 1971 � 1972 para advokat membantu mendirikan cabang didaerah-daerah sampai pada saat ini masih bertahan, dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pembangunan dalam bidang hukum sangatlah penting, sehingga kondisi sosial dan hak asasi dapat terjangkau dengan baik, untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan konstitusi yang dapat menjamin kepastian hukum.
"Source : http://tirtarimba.blogspot.com/2012/05/hukum-dan-politik-di-indonesia.html
         Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini, dengan penuh harapan semoga kita semua dapat mengambil intisari dari pembahasan HUKUM DAN POLITIK DI INDONESIA ini. Kurang lebih nya kami mohon maaf.
Tags:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “HUKUM DAN POLITIK DI INDONESIA”
Posting Komentar